Pilar Utama Peradaban Islam: Pangan Halal

Anton Rahmadi
Food Technologist
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur INDONESIA

Disampaikan pada Diskusi “Menyambut Kembalinya Peradaban Islam”
Minggu, 30 Desember 2007
Masjid al-Hijrah, Tempe, Sydney AUSTRALIA


Pendahuluan

Penyediaan pangan halal, bergizi, aman, dan bermutu tinggi sudah selayaknya menjadi pondasi utama tegaknya sebuah peradaban. Tugas fardhu kifayah ini sering terlupakan, padahal setiap manusia memerlukan pangan untuk kelangsungan hidupnya. Kenyataan ini sejalan dengan sabda Rasullullah SAW:
“Akan datang pada manasia suatu zaman, seseorang tidak peduli terhadap apa yang dia ambil apakah yang halal atau yang haram.” (HR Bukhari).

Mengingat pentingnya masalah pangan, setiap muslim seyogyanya mengerti dan memahami terminologi-terminologi dasar bidang ini sesuai dengan Al Qur'an dan Al Hadits. Konsep utama adalah makanan halal, haram, makruh, subhat, beserta hukum daruratnya. Selanjutnya, adapula terminologi thayyib, yang lebih mengacu kepada ilmu empiris yang berkembang saat ini.
Dalam perkembangan teknologi pangan, proses Halal telah banyak dikaji dan dicoba untuk dikembangkan. Namun, publikasi seputar pangan halal dan haram masih jauh dari mencukupi. Untuk itu, makalah ini diupayakan menjadi bagian dari upaya meningkatkan kesadaran (mewaspadai dan menghindari) produk non-halal.

Pangan Halal
Apabila kehidupan manusia adalah ibarat bermain football, maka manusia diandaikan adalah pemainnya, dengan aturannya Al-Qur'an & As-Sunnah. Dalam pertandingan tersebut, kemenangan ditentukan bukan hanya dengan skor angka, tetapi juga sportivitas, atau unggul dalam koridor tetap dalam aturan pertandingan. Begitu pula kenyataan dalam hidup. Al Qur'an merupakan prinsip dasar yang sebagiannya diperjelas dalam As Sunnah. Bagian lain dari As-Sunnah berisi pedoman untuk hidup lebih baik.

Berkaitan dengan pangan, manusia pun bertanding melawan hawa nafsu, dengan gawang tujuan adalah ridho Allah SWT (QS: adz-Dzariyat 56). Dijadikan dunia ini untuk dikelola, dikonsumsi, dan dikembangkan untuk kesejahteraan manusia (QS: al-Jatsiyah 13; Thahaa 53-54). Maka, apabila dilanggar, akibatnya akan kembali kepada kelangsungan kehidupan itu sendiri. Ada dua konsekuensi yang ditanggung: diri sendiri dan implikasi kepada masyarakat secara umum (QS: al-Ar’raf 56; ar-Rum 41-42).

Wahai manusia, makanlah apa-apa saja yang ada dipermukaan bumi ini yang halal lagi baik. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah seitan, sesungguhnya setan itu adalah musuh kamu yang nyata. (QS al-Baqarah : 168)

Payung ayat 168 surah al-Baqarah ini menunjukkan bahwa tidak hanya umat Islam, tetapi juga umat-umat lainnya harus mengkonsumsi pangan yang halal lagi baik. Dalam nash al-Qur’an, ada dua dalil: halal, berarti yang sah untuk dikonsumsi (secara zat) dan; haram sebagai lawan dari halal. Pangan haram ini berarti harus dihindari.

Haram lidz-dzati atau haram karena zatnya. (QS al-Baqarah 172, al-Maidah 3, al-An’am 145) : darah, bangkai, dan babi (menurut terjemahan tafsiran Yusuf Qardhawi dalam buku Halal dan Haram, bukan hanya sekedar daging babi).

Haram li-gharihi atau haram karena cara memperoleh dan cara memprosesnya. (QS al-Maidah 3) : disembelih bukan untuk kepentingan ibadah/Allah, hewan yang mati karena tercekik, ditanduk, jatuh, dipukul, diterkam binatang buas (menurut Yusuf Qardhawi, semua ini termasuk kategori bangkai/maitah).

Beberapa ketentuan Islam terhadap halal dan haram
1. Segala sesuatu yang ada di muka bumi pada dasarnya mubah (al-Baqarah 29, al-Jatsiyah 13)
2. Menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah (Yunus 59, al-An’am 119)
3. Menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal adalah perbuatan syirik (al-Maidah 103-104)
4. Yang halal tidak perlu yang haram (An-Nisa 26-28)
5. Niat yang baik tidak menghalalkan yang haram (al-Mu’minun 51, al-Baqarah 172)
6. Halal/haram berlaku untuk semua, tidak ada pengecualian atas seseorang (an-Nisa 105-109)
7. Keadaan darurat memperbolehkan yang dilarang (al-Baqarah 172,185, al-Maidah 6, an-Nisa 28)

Pengaruh makanan halal
“Seorang laki-laki menempuh perjalanan jauh, kusut rambutnya lagi berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, ‘Ya Rabku! ya Rabku!’ sedang makanannya haram, minumannya haram, dan bajunya dari yang haram, maka bagaimanakah mungkin doanya akan dikabulkan.” (HR Muslim).


Dalam Islam, pangan adalah sumber energi untuk berbuat kebajikan (QS: al-Baqarah 172). Pangan juga akan membentuk daging, darah, dan mempengaruhi cara berfikir dan emosional tiap-tiap individu. Masuk akal apabila seseorang yang terbiasa mengkonsumsi makanan non-halal untuk cenderung bertindak dan berbuat hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT.

Ibnu Abbas r.a. berkata, “Tatkala aku membaca ayat di hadapan Rasulullah, yang artinya, ‘Wahai manusia makanlah apa-apa yang ada di bumi yang halal dan baik.’ Tiba-tiba berdirilah Sa’ad bin Abi Waqqas kemudian berkata,’Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan doaku mustajab.’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Perbaikailah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, seseorang yang memasukkan sesuatu yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima dari amal-amalnya 40 hari. Dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya’.”


Dalam dua hadits yang disajikan ini, Rasullullah telah menberikan konsekuensi bagi pengkonsumsi makanan non-halal, yaitu: tidak diterima ibadahnya serta akan merasakan panasnya api neraka. Akan tetapi peringatan tersebut agaknya masih banyak dilanggar oleh umat, salah satunya dengan alasan: makanan halal lebih mahal harganya, atau bagi yang tinggal di daerah minoritas, pangan tersebut susah untuk didapatkan.

Masalah pangan, tidak cukup hanya berhenti pada terminologi, tetapi juga menjadi sebuah praktek dalam hidup komunitas muslim. Penyediaan pangan yang memenuhi kaidah syariah dan menentramkan hati umat merupakan tugas mulia yang bisa dikatakan fardhu kifayah.

Pangan Thayyib
Dalam perkembangannya, penyediaan pangan dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu bahan baku, perdagangan bahan baku/pangan jadi dalam kemasan, dan katering. Tersedianya makanan halal dan thayyib tidak lepas dari peranan teknologi, misalnya proses pengalengan, perlakuan dengan panas, fermentasi, pengepakan, dan sebagainya. Begitu juga dengan penyediaan material pendukung, yang kebanyakan memanfaatkan ilmu bioteknologi.

Para ilmuwan Islam telah banyak berkontribusi dalam meningkatkan kualitas konsumsi ummat, namun sayangnya, gayung kurang bersambut, dengan lemahnya penyerapan ilmu ditingkat industri. HrCCP (Haram Critical Control Point) yang digagas 10 tahun yang lalu, tampaknya masih belum banyak diketahui, digunakan, apalagi dikembangkan. Dorongan dari komunitas Islam terhadap penyedian makanan halal dan berkualitas pun masih dikalahkan dengan aspek kemampuan ataupun perhitungan ekonomi.

Aman
Terminologi aman dalam makanan adalah mengkonsumsi nutrisi yang dibutuhkan dengan tidak membawa zat-zat berbahaya yang dapat membawa efek samping bagi tubuh. Termasuk dalam hal ini adalah mengkonsumsi produk kedaluarsa, memakan makanan yang kotor, mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia tidak aman atau melebihi ketentuan yang disyaratkan. Dalam kenyataannya, di negara maju seperti Eropa, masyarakatnya mengkonsumsi racun yang terikut di dalam produk sereal (roti gandum, barley, oat, beras) pada kadar 8-12 ng/kg berat badan setiap minggunya. Nano gram artinya satu bagian per semilyar. Pada kadar di atas 100 ng/kg berat badan (FAO, 2001), racun ini dapat mengakibatkan penyakit degeneratif seperti kanker dan tumor.
Di negara miskin seperti Indonesia dan Afrika, penggunaan bahan pewarna tekstil, pengawet non-organik, dan penguat rasa merupakan masalah yang setiap tahun dilaporkan (BPOM, 2007; BPOM, 2005).

Bergizi
Makanan yang dikonsumsi tidak sekedar mengenyangkan, tetapi juga memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Ada beberapa unsur nutrisi yang tidak dapat dipenuhi, biasanya disebut asam amino esensial, yang diperoleh dari produk hewani dan nabati. Beberapa unsur vitamin juga tidak dapat diproduksi oleh manusia, sehingga perlu mengkonsumsi daging, buah, dan sayuran.

Diet berimbang (pola makan)
Keseimbangan diet (manusia rata-rata 2000 Kalori/hari) ditambah 8 gelas air/hari (4 L/hari) dan serat merupakan rekomendasi rutin yang dianjurkan petugas medis. Kelebihan berat badan adalah masalah umum yang ditemui di negara maju, sementara kekurangan gizi (terutama protein dan zat besi) merupakan masalah negara berkembang. Pola makan yang Rasulullah SAW ajarkan adalah 1/3 untuk makan berat, 1/3 untuk air, dan 1/3 lagi dibiarkan kosong. Makan secara teratur dan tidak berlebih-lebihan merupakan anjuran berikutnya (QS Al A’raf 31)

Bagi rekan-rekan yang menderita penyakit, banyak riset dibidang medis yang telah dilakukan berkaitan dengan penyesuaian pola makan. Namun pada umumnya sumber penyakit dibagi menjadi 3: tidak berfungsi/normalnya sebagian alat pencernaan atau metabolisme tubuh (penyakit, cacat), akibat infeksi dari organisme lain, dan alergi.

Standardisasi
Halal
Hampir setiap negara saat ini memiliki lembaga yang melakukan sertifikasi Halal. Indonesia, Malaysia, Australia, dan Amerika Serikat adalah beberapa negara yang memiliki lembaga tersebut dan telah diakui dan diterima oleh negara-negara lain.

Di Indonesia, yang mengeluarkan sertifikat halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), peranan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI) adalah sebagai tenaga profesional yang membantu memberikan pertimbangan teknologi/pengetahuan teknis kepada MUI dan membantu masyarakat dalam memproduksi makanan yang halal serta memperoleh sertifikat halal.

Proses pengurusan sertifikat halal diajukan melalui LPPOM-MUI dan akan diperiksa kelengkapan berkasnya terlebih dahulu. Bila berkas lengkap, selanjutnya diadakan audit lapangan. Apabila audit lapangan dan berkas sinkron dan tidak ditemukan hal-hal yang meragukan, maka proses penetapan sertifikat halal dilakukan oleh komisi fatwa MUI.

Ada tiga jenis usaha pengolahan pangan yang menjadi sasaran utama bagi sertifikasi halal, yaitu :
1. Restoran/rumah makan, setiap restoran/rumah makan seyogyanya memiliki sertifikat halal sebagai jaminan keamanan batin bagi konsumen. Yang disertifikasi adalah bahan baku dan proses yang terjadi selama pembuatan makanan, penyajian dan peralatan yang digunakan.

2. Rumah potong hewan (RPH), daging yang tidak disembelih dengan benar secara syar’i maupun niat hukumnya jatuh menjadi bangkai dan haram untuk dimakan. Penyembelihan yang benar mewajibkan terputusnya nadi (vena/arteri), saluran makanan (kerongkongan), dan saluran udara (tenggorokan). Selain proses pemotongan, juga pemotongnya harus disertifikasi.

3. Makanan dalam kemasan, adalah makanan yang didistribusikan baik siap olah maupun siap saji dalam kemasan plastik (polyprophylene, polyethylene, polyethylene tereftalat, retort pouch, gelas plastik), kaleng, kertas (tetra pack, dsb). Selain perusahaannya mendapatkan sertifikat halal, juga diperlukan izin pencantuman label halal dari Badan POM (Pengawasan Obat Makanan dan Kosmetika).
Pencantuman label halal tidak boleh dilakukan sendiri tanpa sertifikasi dan izin. Industri milik pengusaha muslim belum tentu menghasilkan produk yang halal. Begitu pula di tingkat mikro, seorang ‘Pak Haji’ belum tentu memproduksi makanan halal.

Thayyib
Dalam pengelolaan pangan, ada berbagai standar baku pengolahan pangan. Untuk skala industri aturan-aturan tersebut melingkupi Good Handling Practises (GHP), Good Manufacturing Practises (GMP), dan Good Distribution Practises (GDP). Secara lebih spesifik berdasarkan satuan operasinya ada Sanitary Standard Operating System (SSOP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Dilihat dari bahan mentahnya, Amerika Serikat memiliki data bahan-bahan kimia yang biasa digunakan dalan Industri pangan atau dikenal dengan Generally Recognized as Safe (GRAS). Bagi negara-negara lain, material tersebut harus termasuk dalam kategori layak untuk dikonsumsi (food grade). Dari sisi manajemen ada ISO seri 9000 untuk manajemen mutu dan proses produksi serta ISO seri 14000 untuk pengelolaan limbah/buangan dan lingkungan.

Perdagangan produk pangan saat ini harus mengikuti standar-standar layak komsumsi. Standar ini misalnya :
ISO seri 9000 : Cara Berproduksi Makanan yang Baik
HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point
SSOP : Sanitation Standard Operating Procedures
ANZFA : Australia New Zealand Food Authority (Food Act, 2003)
SNI : Standar (mutu) Nasional Indonesia; contoh: AMDK, garam, tepung, dsb
RDI : Recommended Daily Intake
AKG : Angka Kecukupan Gizi harian

Haram-awareness
Ingredien makanan
Berapa banyak konsumen melihat ingridien produk dibanding melihat harga? Untuk itu, LPPOM-MUI menyarankan pentingnya konsumen kritis dalam mencermati ingridien makanan (terutama untuk makanan dalam kemasan). Sebagai contoh, beberapa produk yang digemari ABG (anak baru gede, angkatan babe gue, dsb) yang perlu mendapat perhatian :
1. Bakery/rerotian: rum (yang non-sintesis mengandung alkohol) pada black forest, mentega (hewani, sedangkan margarin dari nabati) pada semua produk, yeast/ragi (media asal pertumbuhannya) pada roti.
2. Confectionary/candy/permen : gelatin pada permen empuk, anti-blooming pada permen bening.
3. Sosis/nugget/baso: asal daging.
4. Gorengan: asal minyak goreng (apabila curah/bekas)
5. Mie: banyak sekali !, misalnya penyedap rasa (flavour).
6. Air minum dalam kemasan (AMDK) terutama isi ulang: asal arang aktif (tulang babi?)

Fermentasi
Selain permasalahan ingredien, satu topik yang paling sering dibahas adalah produk hasil fermentasi. Fermentasi artinya pengolahan produk makanan dengan bantuan mikroorganisme dengan hasil yang lebih baik, semakin mudah di cerna, meningkatkan nilai gizi, tidak berbahaya, serta dalam beberapa hal menambah manfaat bagi kesehatan. Sekalipun sama-sama disebabkan oleh mikroorganisme, lawan dari fermentasi adalah pembusukan.
Contoh fermentasi yang paling populer adalah produksi makanan/minuman beralkohol (alcoholic beverage). Termasuk dalam kategori ini wine, beer, spirit, liquor, cherry, ciu, hingga tape. Dalam Islam, definisi umum dari minuman beralkohol dikenal sebagai khamr (yang memabukkan).
Tidak semua hasil fermentasi menghasilkan alkohol, banyak sekali produk fermentasi yang baik bagi kesehatan dan dalam prakteknya diminum sejak dahulu kala. Roti, yogurt, cokelat, kopi adalah contoh-contoh produk hasil fermentasi dari masa-ke-masa yang terus berkembang.

Comments

Anonymous said…
Hi, aku andra mhsiswa mo nanya soongg
kalo makanan tsbut dimasak pake kyk wine gitu, winenya kan uda kebakar ato gosong dll... Mang masih memabukkan y..????
oiy imel di : mokonamodoki2003@yahoo.com thx..
ARahmadi said…
Wine biasanya digunakan untuk dua hal:

1. Melunakkan daging
2. Menimbulkan efek bakar dan rasa yang nyaman di indera kita.

Akan tetapi, sekalipun alkoholnya mungkin habis terbakar saat wine ditambahkan dalam proses penggorengan/pemanggangan, senyawa lainnya dari wine masih menetap disana.

Proses pemanggangan tersebut menyebabkan reaksi kimia yang rumit (sepertinya pelunakan daging dibantu dengan wine, atau pencampuran aroma).

Prinsipnya adalah, sekali tercampur dengan yang haram maka sebenarnya kita sudah tidak bisa menentukan produk akhirnya secara yakin sebagai halal lagi.

Popular posts from this blog

Nilai gizi pada jagung dan turunannya

Polemik Nata de Coco Berbahan Baku Pupuk Urea

Urun Rembuk Tentang Pengentasan Stunting