Industri Cokelat dapat menguntungkan juga ramah lingkungan

Menurut data yang diberikan Organisasi Bandar Cokelat Dunia (ICCO, 2007), perdagangan cokelat melampaui angka US 80 milyar (sekitar Rp. 750 milyar), dengan Indonesia menjadi pemasok terbesar ketiga dunia untuk biji cokelat kering. Kesempatan Indonesia untuk meningkatkan pasokan cokelat di dunia sebenarnya cukup besar. Trend pasar biji colekat dunia terus berkembang 6-7% setiap tahunnya (ICCO, 2007), tetapi industri olahan lanjut seharusnya menjadi fokus yang lebih baik.
Saat ini, produk biji kakao yang berasal dari pulau Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya diekspor ke Australia, melalui Singapura. Akan tetapi, produk cokelat yang berasal dari Indonesia umumnya dihargai rendah karena aroma yang lebih asam dan rasanya yang lebih pahit dibandingkan produk serupa dari Afrika (Othman, 2007).

Pengembangan konsep agribisnis cokelat dapat dibuat dengan dua pendekatan bertahap: membangun industri pengolahan jadi kemudian mengembangankan hutan cokelat sebagai buffer produksi. Konsep ini lebih baik dibandingkan industri kelapa sawit yang memerlukan modal yang lebih besar dikarenakan membuka perkebunan terlebih dahulu serta waktu tunggu produksi sawit yang lebih lama dibanding tanaman cokelat.

Industri pengolahan cokelat yang dimaksud ada tiga bagian: industri fermentasi dan pengeringan, industri cokelat bubuk (cocoa mass) dan lemak cokelat (cocoa butter), serta industri cokelat olahan.

Industri fermentasi cokelat merupakan industri yang ramah lingkungan, rendah konsumsi energi, serta rendah modal. Hanya saja, dalam tahapan fermentasi dan pengeringan cokelat, ada beberapa kriteria tertentu yang harus dicapai seperti tingkat keasaman dan kadar air tertentu untuk mencapai standar produk yang tinggi. Selain itu, teknik yang tepat akan menjamin cokelat menjadi aman dari Okratoksin dan mikotoksin lainnya yang saat ini masih ditemukan di produk cokelat di dunia (Tafuri, 2004)

Menariknya, fermentasi pulp dan biji cokelat adalah proses yang menghasilkan alkohol, sumber energi yang dapat digunakan pada industri tahap selanjutnya. Biofuel yang dihasilkan dalam proses fermentasi cokelat selama ini masih disia-siakan. Tentunya, apabila ditampung dan digunakan kembali, dapat mensubsidi energi yang diperlukan pada proses penggilingan cokelat bubuk dan proses lain yang menghasilkan lemak cokelat.

Industri cokelat olahan yang berkualitas tinggi dapat diproduksi dalam skala rumahan. Beberapa produsen cokelat rumahan yang kemudian berkembangan menjadi industri besar umumnya ditemukan di Eropa. Sebut saja Dark Chocolate dari Lindt, Swiss hingga J.W. Whittaker dari New Zealand. Cokelat olahan juga merupakan obyek wisata menarik, seperti halnya sebuah desa industri makanan rumahan di Blue Mountain, Australia.

Seiring dengan pengusahaan devisa pengganti migas sekaligus menjawab tantangan dunia terhadap pemanasan global, boleh jadi tanaman cokelat merupakan sebuah solusi yang tepat. Apabila kelapa sawit cenderung ditanam menggunakan pola monokultur, tanaman cokelat (kakao) relatif rentan dengan pola tanam ini. Pohon kakao yang berasal dari hutan amazon ini akan tumbuh baik dalam kondisi humiditas tinggi dan dilindungi tanaman lain yang lebih kuat tajuknya (Oke dan Odebiyi, 2007).
Lalu, kapan kita memulainya ?

Comments

Popular posts from this blog

Nilai gizi pada jagung dan turunannya

Polemik Nata de Coco Berbahan Baku Pupuk Urea

Urun Rembuk Tentang Pengentasan Stunting