Notulensi Pribadi Lokakarya Kurikulum Faperta-Unmul, 31 Mei 2014.
Catatan ini saya rangkum sebagai moderator sesi penjelasan dan tanya jawab acara dalam Lokakarya Kurikulum Faperta-Unmul, 31 Mei 2014.
Sesi Pembukaan
Mewakili Rektor Universitas
Mulawarman, Pembantu Rektor III (PR 3) menyampaikan bahwa tiga fakultas terbanyak
dari jumlah mahasiswa di Unmul adalah FKIP, Fekon, dan Fisipol. Sementara tiga
Fakultas terfavorit dari rasio pelamar dan yangditerima adalah Fkedokteran, UP
FFarmasi, dan FKesmas. Mahasiswa
tersedikit peminatnya berada di Faperta, Faperikan, dan Fahutan.
Fakultas Pertanian Unmul ingin
dapat menghasilkan lulusan berdaya guna, diserap pasar dan berkualitas. Terkait
program Penyuluhan Pertanian dan Peternakan, Faperta ingin mendukung program
propinsi untuk meraih ketahanan pangan (swasembada beras) di tahun 2018. Dari
sisi pendidikan, diperlukan upaya menghapus dikotomi Jawa dan Luar Jawa dalam
hal kualitas materi perkuliahan, fasilitas, dan pola pengelolaan laboratorium.
Publikasi Jurusan THP di Kaltim Post, Maret 2014.
Sesi Penjelasan dan Tanya Jawab
Menurut Ibu Illah sailah,
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, sosialisasi akan
perubahan di lingkungan perguruan tinggi sudah sangat sering, namun yang paling
susah untuk berubah adalah sikap dan perilaku tenaga pendidik. Saat ini, pendidikan memasuki fase 3.0,
dimana lingkup PT harus bersifat kolaboratif dan kreatif. Pendidikan 2.0 yang
berbasis keunggulan kompetitif masih banyak diadopsi di lingkungan PT. Untuk mencapai fase Pendidikan 3.0,
diperlukan perlakuan mahasiswa sebagai individu yang treatment per individu disesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan
minat mahasiswa.
Sesi FGD Kurikulum Fakultas Pertanian bersama Prof. Lambang Subagyo dari FKIP Unmul.
Sebagai orang yang bekerja di
lingkup pertanian, Ibu Illah Sailah mengemukakan bahwa pertanian lambat
berkembang karena stakeholders tidak
sekritis/tidak sepeduli bidang lain. Sebagai contoh asosiasi yang menaungi
pertanian jarang melakukan group pressure
ditingkat kebijakan sebagaimana persatuan insinyur ataupun pekerja medis.
Untuk mendukung perkembangan PT,
Dikti mulai mengembangkan National Facilities Resources Sharing, dimana
pelayanan-pelaynan kepada masyarakat dalam bidang spesifik dibagi kepada
masing-masing PT. Setiap PT diupayakan punya cirri khas. Adapun dana BOPTN diberikan untuk mensubsidi
biaya pendidikan dengan skema keberpihakan kepada kualitas dan masyarakat
dengan akses minim (pro-quality and
pro-poor).
Oleh karena resources perlu
dikelola secara efisien dan produktif maka Dikti sebenarnya lebih mengharapkan
adanya merger Fakultas sesuai rumpun
keilmuan. Beliau mencontohkan, seorang dekan dan pejabat dibawahnya akan
membutuhkan mobil dinas, tunjangan, dan anggaran administrative, yang
sebenarnya dapat dipangkas untuk kepentingan lain yang lebih penting dan
mendesak apabila proses merger
tersebut dilakukan.
Berdasarkan tracert study, terkait animo masyarakat akan pertanian, bidang ini
menjadi kurang popular, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara
lain, seperti di Jerman. Oleh karena itu, beberapa periode silam, proses merger program studi dilakukan, justru
untuk mengalihkan beban dalam proses belajar mengajar penjadi pengembangan
penelitian. Untuk itu, sebuah program studi dapat saja membuka peminatan
(konsentrasi) sesuai dengan keahlian dari tenaga pendidik yang dimiliki.
Berkaitan dengan KKNI, S1 dengan
rumpun ilmu pertanian sebaiknya dibekali dengan banyak kemampuan umum bidang
pertanian. Mengacu pada sharing pendapat dengan berbagai departemen/kementerian,
S1 generik sesuai rumpun ilmu lebih diperlukan.
S1 generik diharapkan memiliki
kemampuan/pengetahuan hulu-hilir sesuai rumpun ilmu yang dimiliki. Sebagai
contoh 70% pengetahuan sesuai rumpun ilmu diberikan dengan kadar yang sama, 30%
kompetensi spesifik dicapai dengan pola diploma
supplement dan penelitian.
Kewirausahaan juga ditularkan dengan terinfusi dalam kegiatan
pembelajaran sehingga setiap mahasiswa mengetahui aspek-aspek kemungkinan bisnis
dari hal yang akan dikerjakan di rumpun ilmu masing-masing.
Untuk meningkatkan kemampuan
tertentu, maka pendidikan dapat ditambah 1 tahun, sehingga menjadi S1+ dengan
lulusan professional setingkat KKNI level 7.
Dalam program tambahan satu tahun tersebut, dicontohkan penyuluh
pertanian, pada semester 1 akan dibekali dengan strategi dan metodologi
penyuluhan, dan semester 2 adalah studi lapangan untuk memecahkan masalah
dengan berbagai strategi dan metodologi yang dipelajari. Diakhir studi S1+ ini, perlu dilakukan
sertifikasi kompetensi oleh lembaga sertifikasi atau asosiasi profesi.
Untuk menambah jumlah praktisi
yang memberikan pendidikan di PT, sertifikasi dapat diberikan kepada ahli-ahli setara
level 8 pada KKNI, sehingga memungkinan seorang professional dihargai sebagai
lulusan S2. Pola pengajaran ini dikenal dengan metode recognition of prior learning (RPL). Dari sisi penghasilan, Dikti mendekati dengan
memberikan tunjangan profesi, agar Learning
Outcome (LO) yang disusun masing-masing PS dapat terlaksana
dalam proses-proses pendidikan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Dikti juga sangat mendukung
penciptaan lapangan pekerjaan, karena ekonomi riil masyarakat bergantung dengan
produksi yang dihasikan Indonesia, utamanya pada era AFTA, AEC, dan WTO yang
semuanya kan dijelang dalam waktu dekat.
Untuk mengantisipasi hal tersebut program vokasi setingkat D4
diperlukan. Ibu Illah Sailah juga
menyinggung tentang seberapa detail universitas harus mendidik dan melatih para
mahasiswa dalam program pendidikan akademik (S1) dan vokasl (D4). Diantara
gebrakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualifikasi masyarakat,
pemerintah daerah dan PT dapat mengembangkan Akademi Komunitas setingkat D2 dan
D3.
Menyangkut padatnya kurikulum,
maka diperlukan pengaturan yang baik antara intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Saat ini PT terlihat
hanya focus dalam pengembangan intrakurikuler dan belum pada kedua model pendukung
pendidikan yang lain.
Setiap PT dapat berkembang secara
spesifik untuk mendukung kemajuan daerah masing-masing. Untuk itu diperlukan
upaya pendeskripsian serta penentuan visi dan misi yang kemudian tertuang
secara baik dalam LO berkaitan dengan program intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler masing-masing PS. Tujuan
secara nasional berkaitan dengan peningkatan kemakmuaran melalui pendidikan
adalah semakin banyak upaya penciptaan barang “made in Indonesia”. Untuk itu, panduan akademik, termasuk
didalamnya kurikum, menjadi bagian penting sekaligus hak otonom masing-masing
PT.
LO yang mengacu pada visi dan
misi yang spesifik tidak akan sama antar perguruan tinggi, karena dipengaruhi
oleh banyak pertimbangan dan tujuan akhir. Begitu juga LO antara D4 dan S1
pasti akan berbeda. Progam generic yang
memiliki banyak percabangan keahlian dipersilakan untuk mengambil pola
konsentrasi, semisal agribisnis 70% dan penyuluhan 30%, atau peternakan 70% dan
penyuluhan 30%. Asosisasi profesi, sebagai contoh, dapat menetapkan kesamaan
(generalisasi) kemampuan dalam satu profesi/rumpun-ilmu yang sama hingga 62% (dari
144 SKS wajib S1) dari kurikulum. Ini berarti setiap PS/konsentrasi memiliki
38% (dari 144 SKS wajib S1) kebebasan untuk mengarahkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing program tersebut. Dalam
hal ini, soft skills tidak selalu diformalkan dalam bentuk mata kuliah
tertentu, tetapi diinfusikan dalam mata kuliah yang memungkinkan.
Untuk mempertajam pendefinisian
deskripsi, visi, dan misi, maka diperlukan analisis kekuatan (TOWS) dan tracert study, kemudian profil lulusan
untuk merumuskan capaian pembelajaran (LO).
Diskusi PR3 (Unmul), Ketua Jurusan THP (Unmul), dan Ketua program RAMP-IPB dalam Lokakarya Kurikulum Berbasis Teknopreneurship, akhir 2013.
Sesi dialog dengan stakeholder
Sesi berikutnya adalah khusus di bidang
Teknologi Hasil Pertanian (THP) untuk mencari profil lulusan yang dikehendaki
Industri terkait THP. Perwakilan
Industri diundang dari Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik CPO (PKS/CPO) yang
berada di kawasan Kalimantan.
Kebutuhan teknis yang diharapkan
dari lulusan adalah mengetahui/memahami satuan-satuan operasi yang terlibat di
produksi ditambah dengan penanganan limbah, wawasan lingkungan, kemampuan
penyelesaian masalah, pengelolaan massa (buruh/masyarakat), kemauan untuk maju,
taat aturan, dan sikap professional.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah memperkuat kultur teknis di dalam
pendidikan (materi-materi pokok) melalui penajaman pelaporan hasil praktikum berbasis penyelesaian masalah yang tidak copy paste, hasil analisis yang tajam berdasarkan
data dan fakta, serta keberanian dan
kemampuan mengelola tim dengan beragam latar belakang.
Family Gathering Jurusan THP, Maret 2014
Comments