Membangun Universitas (8): Sekelumit Kisah Internasionalisasi Universiti Brunei Darussalam
Dikirimkan ke Tribun
Kaltim, 31 Oktober 2014.
Kepergian saya menjadi salah satu fasilitator
Graduate Students Workshop di Universiti Brunei Darussalam (UBD) memang sudah
diatur Yang Maha Kuasa. Disini saya bersanding dengan berbagai peneliti yang
berasal dari Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia, yang bekerja di UBD. Acara ini bersamaan
dengan acara penandatanganan Piagam Borneo Studies Network (BSN) yang
beranggotakan 12 universitas se Borneo/Kalimantan, diantaranya UNMUL, UNLAM,
UNTAN, Universiti Malaysia Serawak (Unimas), Universiti Malaysia Sabah (UMS),
dan UBD sebagai tuan rumah.
Di berbagai kesempatan diskusi, saya berupaya
menggali upaya-upaya yang telah dilakukan oleh UBD dalam menggapai cita-cita
menjadi salah satu penyedia pendidikan tinggi ternama di Asia. Ada beberapa ide
pokok yang saya tangkap, diantaranya: (1) mentransformasi capaian akademik, (2)
berani berorientasi keluar, (3) berfokus pada bidang riset tertentu, dan (4)
membangun jaringan yang kuat, dan (5) memberikan pesan yang jelas untuk
membangun persepsi yang kuat.
Saya tidak kaget apabila pameo "publish or perish" disampaikan oleh
Dr. Yabit Alas, kolega sekaligus penanggung jawab program Governing Council
Meeting BSN dari UBD. Beliau juga
menyampaikan bahwa staf akademik diukur kinerjanya dengan cited paper, yang berarti tidak hanya menghasilkan jurnal yang
berkualitas, tetapi juga harus menarik dan berguna, dibuktikan dengan jumlah
sitasi yang dihasilkan oleh staf tersebut.
Transformasi capaian akademik dari teaching menjadi riset ini membawa
dampak paling besar dalam menjadikan UBD sebuah kampus yang dinamis dan juga
menarik banyak dana masuk ke dalam kampus.
Berorientasi keluar menjadi salah satu program
UBD, dimana setiap mahasiswa undergraduate
(S1) diwajibkan untuk berada di kampus-kampus
partner UBD di luar negeri. Tujuannya tidak lain adalah menambah wawasan,
pengetahuan, dan kinerja para mahasiswa. Sudah menjadi pengetahuan yang jamak
apabila kinerja and etos akan meningkat saat di rantau. Mungkin inilah yang mendasari program kerja UBD dalam membangun
iklim akademik pendidikan tinggi di Brunei, sebuah negara kecil dengan penduduk
yang terbatas, namun dengan keinginan untuk maju yang demikian besar.
Hampir semua staf pengajar di UBD berkualifikasi
doktor, sebagian direkrut saat masih bersekolah PhD dari berbagai belahan
dunia. UBD tidak berkembang tanpa fokus.
Sebagai contoh, PAPRSB Institute of Health Science berfokus pada tiga
hal yaitu neurologi, nursing dan midwifery, serta diabetes. Fokus ini sebenarnya juga ditekankan dalam proses akreditasi
jurusan di perguruan tinggi di Indonesia. Tapi, sering kali visi hanyalah visi
yang tidak ditranslasikan ke dalam misi dan short
term achievements yang terukur.
Sebagai contoh, apabila fokus menjadi jurusan yang
ternama di kawasan Indonesia Timur dengan titik berat pada produk tropis
Kalimantan, maka harus terdapat goal yang perlu digapai. Ukuran yang dimaksud misalnya memiliki jurnal ilmiah
yang terakreditasi dengan perbandingan artikel terbit dan tunggu 1:1.5.
Kemudian target ini dapat ditranslasikan juga dengan rasio pendanaan riset
terhadap jumlah staf 1:2 atau rasio hibah riset terhadap jumlah mahasiswa 1:10.
Lainnya adalah jumlah artikel dalam berkala ilmiah terakreditasi terhadap staf
1.5:1 per tahun, dan jumlah konferensi internasional yang diikuti staf 2:1 per tahun. Capaian-capaian ini kemudian
diejawantahkan ke dalam program kerja jurusan, seperti menggenjot proposal
masuk untuk hibah program kreativitas mahasiswa (PKM), menghasilkan riset yang
bermutu sebagai tugas akhir mahasiswa, hingga aktif mengejar pendanaan untuk
riset-riset unggulan. Selain itu, kegiatan akademik internal seperti seminar
dan konferensi sebagai salah satu alat diseminasi hasil-hasil penelitian juga
perlu dilakukan secara reguler.
UBD bila dibandingkan dengan universitas lainnya
di Borneo memiliki sumber daya manusia yang terbatas. Semua program yang
dimaksud di atas memerlukan tenaga kerja dalam implementasinya. Untuk itu saya melihat keaktifan UBD dalam
menjalin kerjasama antar universitas dengan berbagai nama di seluruh
dunia. Ada dua atau tiga jaringan
kerjasama yang sangat diseriusi oleh UBD diantaranya iCube untuk energi
alternatif pasca migas. Jaringan seperti ini perlu dibangun pula di tingkat
jurusan bagi universitas di Indonesia.
Di Indonesia, Seafast yang sukses mendorong proses internasionalisasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB
adalah contoh yang sangat baik untuk dapat diduplikasi dalam format dan
kerangka kerja yang tentunya disesuaikan dengan kekuatan lokal masing-masing
jurusan.
UBD menaruh perhatian yang besar dengan
parameter-parameter penilaian akademik internasional seperti QS. Salah satu poin terpenting di dalam penilaian
performa sebuah universitas adalah persepsi masyarakat, pengguna, dan
masyarakat dunia akan kontribusi universitas dimaksud. Tentunya untuk mencapai persepsi yang baik
diperlukan kerja keras seperti yang telah dijelaskan di atas. Meningkatkan
jumlah publikasi dan sitasi, mengadakan konferensi, melakukan persiapan dan
pengiriman mahasiswa ke berbagai universitas tujuan, memiliki niche focus yang kuat dan membangun jaringan
antar universitas adalah fondasi mencapai persepsi yang lebih baik.
Bukan tidak mungkin kampus lain di Kalimantan juga
mampu mengeksekusi cita-cita
internasionalisasi yang semakin mengemuka saat ini. Langkah-langkah strategis mewujudkan kampus
internasional sudah selayaknya diselaraskan antara visi, misi dan
capaian-capaian akademik dengan memanfaatkan jaringan Borneo Studies Network
yang baru dibentuk ini.
Demikian yang saya pelajari selagi turut
menyumbangkan pengetahuan di Graduate Students Workshop di UBD. Salam dari
Brunei, 31 Oktober 2014.
Comments