Adakah Beras Plastik ? - Hasil tes Sucofindo vs BPOM

Polemik keberadaan jejak PVC dan ftalat yang terdeteksi dengan metode sprektroskopi inframerah (berita Sucofindo) masih berlangsung. Sekalipun BPOM sudah mengeluarkan rilis resmi pemerintah bahwa beras yang beredar di Indonesia negatif mengandung plastik, tampaknya Sucofindo sebagai laboratorium uji yang juga milik pemerintah ini belum rela begitu saja dengan rilis tersebut.
Terkait dengan klarifikasi masing-masing pihak, BPOM maupun Sucofindo yang keduanya saya yakin "accredited laboratory", terdapat beberapa penjelasan terkait kemungkinan keberadaan plastik/plastisiser dalam beras selama penyimpanan dan sebagai cemaran/adulteran.

Beras plastik
Beras merupakan komoditas yang dijaga keberadaan maupun nilai jualnya. Kepentingan pemerintah akan beras dalam menstabilkan perekonomian bangsa sangat besar.  Dilihat dari sisi probabilitas keberadaan beras plastik: harga beras yang dijaga tetap rendah telah menyebabkan beras plastik menjadi tidak feasible untuk diproduksi.  Akan tetapi, ada beberapa "beras analog" yang berasal dari tepung singkong, ubi, dst memerlukan pastisiser food grade ataupun bahan pengikat lainnya.

Berdasarkan informasi BPOM yang tergabung dalam INFOSAN (The International Food Safety Authorities Network - jaringan keamanan pangan internasional), tidak ada pemberitaan tentang beras plastik dari negara manapun, selain isu yang merebak di Indonesia.  Lantas dari mana beras plastik dapat muncul, apabila pun ada ?  Kemungkinan pertama adalah cemaran selama penyimpanan, dan kedua sebagai cemaran/adulteran. Masih menurut INFOSAN dalam rangkuman laporan tahun 2004-2010, keberadaan plastik cemaran dalam pangan selain beras, dalam hal ini produk snack (confectionary bars) terjadi di Australia.

image credit: Liputan6.com

Adalah hal yang baik, dimana BPOM telah mengkonfirmasi tiadanya keberadaan beras plastik.  Akan tetapi, ini belum menjawab kengototan Sucofindo, sebagai salah satu laboratorium uji yang mengumumkan pertama kali keberadaan beras palsu ini.  Dari sisi risiko, ada baiknya kita mengenal tentang plastik sebagai komponen pencemar yang bermigrasi dari kemasan ke produk dan sebagai adulteran/cemaran yang sengaja/tidak sengaja berada dalam pangan.

image credit: eksklusif BPOM.

Migrasi komponen plastik dalam penyimpanan
Penyimpanan bahan pangan menggunakan media kemasan plastik dapat mengakibatkan migrasi/perpindahan komponen plastik pada bahan pangan.Beberapa contoh cemaran kemasan plastik/plastisiser yang terdeteksi dalam bahan pangan sampai dengan saat ini adalah: polistirena, PVC, 8 jenis ftalat, bisfenol/BPA, polikarbonat, poliamida/nylon, dan melamin. BSN sendiri telah merilis SNI cemaran plastik pada bahan pangan.

Proses migrasi dapat terjadi karena (1) disimpan terlalu lama, (2) disimpan pada suhu yang relatif tinggi (gudang dalam kondisi panas), (3) adanya proses pemanasan pada produk dalam kemasan plastik - seperti pemasakan bahan pangan menggunakan wadah mangkok plastik di dalam microwave.

Adulterasi
Bukan pula merupakan hal yang mustahil bahwa terdapat serpihan plastik (debris) yang sengaja ditambahkan dalam beras sebagai upaya untuk menambah bobot. Ini banyak ditemukan pada produk berbasis komoditas, seperti karet yang dicampur ban bekas/sandal dst. Mencampur buah-buahan baru panen dengan yang sudah lama, dst.

Parameter protein sebagai indikator apa?
Sucofindo juga melaporkan tentang kadar protein yang dianggap cukup tinggi pada beras yang dianalisis. Kadar protein beras yang naik boleh jadi disebabkan cemaran telur serangga/kutu yang dikenal sebagai "hidden infestation". Beras "lama" boleh jadi dicampur dengan beras "baru", dimana beras "lama" yang penyimpanannya kurang baik, rentan tercemar telur serangga. Akan tetapi ini juga debatable, kadar protein beras (sosoh) yang disampaikan oleh Sucofindo, yakni 7.38%, masih masuk dalam rentang wajar, tergantung dari varietas yang disampling.

Klarifikasi metode
Di sisi lain, sebaiknya BPOM dan Sucofindo juga merilis metode uji yang digunakan (misalnya menggunakan spektroskopi inframerah, LC-MS/MS, GC-MS, atau SNI seri 67-02-SI tentang Kemasan Pangan) untuk melihat peak dari beras yang diuji dibandingkan dengan standar plastik/plastisiser yang digunakan. Disini bisa terlihat, mana uji yang reliable, tidak mengandung 'systematic error', sample terkontaminasi, ataupun kesalahan deteksi oleh sebab keterbatasan alat uji.

DIlihat dari jumlah sampel yang diuji, BPOM telah menganalisis ratusan sampel dari puluhan pasar baik modern maupun tradisional. Hasilnya tentu lebih komprehensif dibandingkan satu atau beberapa sampel saja. Akan tetapi, dari sisi keamanan, bila memang benar terbukti secara meyakinkan, bukan karena kesalahan metode atau lainnya, bahwa hasil uji Sucofindo juga benar, maka pekerjaan rumah pemerintah terkait keamanan bahan pangan pokok masyarakat belum selesai sampai di rilis BPOM beberapa hari silam.

Comments

Popular posts from this blog

Nilai gizi pada jagung dan turunannya

Polemik Nata de Coco Berbahan Baku Pupuk Urea

Urun Rembuk Tentang Pengentasan Stunting