Melanjutkan Tradisi Generasi Emas Smansa
![]() |
Foto: Gedung Smansa lama yang telah rata dengan tanah (Kaltimpost) |
Memutar
kembali sejarah nama besar Smansa sama saja dengan bercerita tiada habisnya
akan kiprah lulusannya yang tersebar di dunia, Indonesia, atau setidaknya
Kalimantan Timur dan Utara. Smansa yang kami ingat adalah sekolah terbaik,
sekolah pilihan pertama dan utama. Lulusan setiap angkatan seperti pindah kelas
ke PT-PT terbaik. Alumninya banyak yang telah sukses berkarya di banyak
propinsi di Indonesia.
Itu
adalah cerita kami, generasi 20 tahun silam. Sayangnya, kami melihat ada yang
sedikit bergeser dari tradisi generasi emas Smansa. Perubahan ini bukan soal kemampuan
atau soal bahan baku SDM, tetapi soal perilaku, yaitu semangat untuk menjadi
yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
![]() |
Foto: Lorong waktu Smansa. Desainer: Hj. Amalia (Smansa 97) |
Generasi siswa memang berganti, dari generasi X (1990-2000), generasi Y (2000-2010), dan generasi Z (pasca 2010). Setiap generasi memiliki tipikal yang berbeda. Generasi saat ini, generasi Z, memiliki tipikal akrab dengan teknologi internet seperti keterampilan menggunakan mesin pencari, sosial media, hingga smartphone. Ini membawa dampak terhadap perubahan perilaku terhadap pengetahuan (attitude to knowledge).
Kami
termasuk siswa yang dibesarkan melalui buku. Sekarang, peran buku sebagian
memang telah tergantikan dengan ebook.
Sayangnya, membaca di dunia internet sanggat mudah ter-distrek. Akibatnya, pemahaman akan pelajaran-pelajaran yang
memerlukan konsentrasi tinggi menjadi kurang kuat. Secara umum, kami yang menerima
luaran dari SMA/SMK sangat merasakan hal ini. Dari sisi materi, banyak hal yang
harus dijelaskan kembali. Dari sisi pemahaman, mahasiswa kurang fokus dan
gampang sekali terganggu perhatiannya.
Secara
neuroscience, pengetahuan tersimpan
secara biologis melalui proses jalinan antar sel syaraf. Pembentukan ini tidak
instan dan perlu waktu dan usaha. Pemahaman akan cara kerja sel syaraf dan otak
secara keseluruhan menjelaskan konsep “kesuksesan bergantung dari usaha, sementara
pintar adalah anugerah”. Ini berarti perilaku terhadap pengetahuan dan
kesuksesan ditentukan dari seberapa semangat dan usaha yang dicurahkan untuk
memahaminya, bukan sekedar mengandalkan bakat (kepintaran/IQ).
Semangat
untuk mencapai yang terbaik perlu terus untuk ditingkatkan, sehingga tradisi
emas Smansa tetap terjaga seperti lulusannya sangat kompetitif di PT terbaik
nusantara maupun luar negeri. Semangat untuk memberikan yang terbaik perlu
ditunjukkan dengan memperbaiki perilaku terhadap pengetahuan.
Tidak
susah menumbuhkan perilaku terhadap pengetahuan yang lebih baik. Belajar perlu
fokus, perlu lepas dari pengalih perhatian seperti sosial media yang tidak
perlu. Sementara, perilaku humanis ditumbuhkan dengan interaksi nyata dengan guru dan
rekan.
Catatan
ini adalah sebagian usaha kami untuk mengingatkan Smansa untuk tetap sebagai
yang terbaik. Kami percaya dengan arahan-arahan guru-guru dan orang tua/wali
murid, perilaku terhadap pengetahuan dari siswa di Smansa akan semakin baik.
Kami tunggu kiprah terbaik adik-adik siswa Smansa di jenjang yang lebih tinggi
!
Video: Performa Bang Ocep dan Oky di Reuni 20 tahun Smansa 97 (by Ibu Farah)
Catatan khusus dari guru kami, Ibu Lisyani adalah mengingatkan bahwa siswa masa depan dibentuk dari pendidikan di rumah. Peran orang tua sangat penting untuk tidak membiasakan pendidikan anak dengan memberikan materi secara melimpah. Anak adalah permata keluarga, perlu dididik untuk mampu survive dalam kerasnya kehidupan. Jangan sampai anak yang dilahirkan dalam suasana penuh cinta, kemudian ditelantarkan dan menjadi manusia-manusia broken home. Pendidikan anak di rumah dan di sekolah bertujuan menyiapkan generasi masa depan yang tangguh dan siap menghadapi segala tantangan hidup mereka.
Foto-foto kenangan:
*ditulis dalam rangka Reuni 20 tahun Smansa angkatan 97
Comments